KOMPAS.com — Shisha,
yang mirip dengan bong yang dipakai untuk mengisap mariyuana, beberapa tahun
belakangan ini memang sangat populer. Hal itu terlihat dari makin banyaknya
kafe yang menyediakan shisha untuk menarik pengunjung. Shisha merupakan cara
menikmati rokok ala Timur Tengah yang menggunakan pipa berbentuk gelas piala
dan kandungan air sebagai penyaringnya.
Banyak penikmat
shisha yang merasa bahwa menghisap shisha lebih aman dari rokok karena ada
filter berupa air. Bahkan, sebagian penggemarnya merasa shisha bukanlah rokok.
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Inggris dan The
Tobacco Control Collaborating Centre menyanggah anggapan tersebut.
Menurut peneliti,
pada saat seseorang mengisap shisha atau rokok herbal, justru kadar karbon
monoksida yang dihirupnya tak bisa terukur. Bahkan, dalam satu sesi mengisap
shisha, karbon monoksida yang dihirup jumlahnya 4 sampai 5 kali lebih banyak
daripada yang dihasilkan oleh sebatang rokok.
Kadar karbon
monoksida yang tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak dan hilangnya kesadaran.
Menurut tim peneliti, memang agak sulit mengetahui jumlah karbon monoksida (CO)
yang dihasilkan dari sebatang rokok karena perbedaan inhalasi dari tiap
individu.
Meski begitu, kadar
CO dari napas yang dihembuskan orang yang bukan perokok secara normal kira-kira
3 ppm (per sejuta bagian dari udara), pada perokok ringan kira-kira 10-20 ppm,
dan 30-40 ppm pada perokok berat.
Penelitian
menunjukkan, penghisap shisha memiliki 40-70 ppm CO dalam napasnya. Jumlah itu
berpengaruh pada gangguan sirkulasi darah sekitar 8-12 persen.
"Kami menemukan
bahwa satu sesi menghisap shisha yang menggunakan 10 miligram buah tembakau
selama 30 menit, atau sesi paling singkat, menghasilkan kadar karbon monoksida
empat atau lima kali lebih tinggi daripada merokok," kata Dr Hilary
Wareing, Direktur The Tobacco Control Collaborating Centre.
Dengan kata lain,
shisha 400-450 kali lebih buruk dari rokok. Selain tingginya kadar CO yang
dihirup, Qasim Choudhory, pekerja dari NHS Stop Smoking Service, Inggris,
mengatakan bahwa penggunaan pipa shisha secara bergantian bisa jadi medium
penyebaran infeksi. "Ada risiko tertular tuberkulosis, herpes, atau
infeksi lainnya," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar